Saturday 18 January 2014

Diskriminasi Sosial

PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS
DI INDONESIA

Oleh : SERAFINA SHINTA DEWI
(Perancang Peraturan Perundang-undangan
Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia DIY)

A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara dengan kondisi masyarakat yang sangat pluralistik, dimana terdapat banyak suku, ras, agama maupun kelompok masyarakat dengan keragaman budaya maupun keyakinan. Dasar negara Indonesia yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah memberikan payung hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan kondisi masyarakat yang beragam tersebut.
Menurut Fred W. Riggs (1964), konsepsi prismatik sebagaimana dikutip oleh Prof. Mahfud, menyatakan bahwa Pancasila mengandung unsur-unsur yang baik dan cocok dengan nilai khas budaya Indonesia yang meliputi : (1) Pancasila memuat unsur yang baik dari pandangan individualisme dan kolektivisme, dimana di sini diakui bahwa manusia sebagai pribadi mempunyai hak dan kebebasan asasi namun sekaligus melekat padanya kewajiban asasi sebagai makhluk Tuhan dan sebagai makhluk sosial; (2) Pancasila mengintegrasikan konsep negara hukum “rechtsstaat” yang menekankan pada civil law dan kepastian hukum serta konsepsi negara hukum “the rule of law” yang menekankan pada common law dan rasa keadilan; (3) Pancasila menerima hukum sebagai alat pembaharuan masyarakat (law as tool of social engineering) sekaligus sebagai cermin rasa keadilan yang hidup di masyarakat (living law); serta (4) Pancasila menganut paham religious nation state, tidak menganut atau dikendalikan oleh satu agama tertentu (negara agama) tetapi juga tidak hampa agama (negara sekuler) karena negara harus melindungi dan membina semua pemeluk agama tanpa diskriminasi karena kuantitas pemeluknya.
Berdasarkan pada konsepsi prismatik tersebut, lahirlah beberapa tuntunan sebagai landasan kerja politik hukum nasional, yaitu : (1) hukum-hukum di Indonesia harus menjamin integrasi atau keutuhan bangsa dan karenanya tidak boleh ada hukum yang diskriminatif berdasarkan ikatan primordial, dimana hukum nasional harus menjaga keutuhan bangsa dan negara baik secara territori maupun secara ideologi; (2) hukum harus diciptakan secara demokratis dan nomokratis berdasarkan hikmah kebijaksanaan dimana dalam pembuatannya harus menyerap dan melibatkan aspirasi rakyat dan hukum tidak hanya dapat dibentuk berdasarkan suara terbanyak (demokratis) tetapi harus dengan prosedur dan konsistensi antara hukum dengan falsafah yang harus mendasarinya serta hubungan-hubungan hierarkisnya; (3) hukum harus mendorong terciptanya keadilan sosial yang antara lain ditandai oleh adanya proteksi khusus oleh negara terhadap kelompok masyarakat yang lemah agar tidak dibiarkan bersaing secara bebas tetapi tidak pernah seimbang dengan sekelompok kecil dari bagian masyarakat yang kuat; serta (4) hukum bardasarkan toleransi beragama yang berkeadaban dalam arti tidak boleh ada hukum publik yang didasrkan pada ajaran agama tertentu.
Meskipun telah memiliki payung hukum yang kuat, tetapi dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia masih banyak terjadi konflik dengan berlatar belakangkan ras dan etnis di Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa payung hukum di Indonesia dalam bidang penghapusan diskriminasi ras dan etnis masih perlu untuk dikaji secara lebih mendalam dari sisi pemahaman bahwa Indonesia merupakan suatu negara hukum.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diperoleh permasalahan sehubungan dengan penerapan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis di Indonesia yang merupakan suatu negara hukum, yaitu : “Bagaimanakah Peran dan Fungsi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dalam Kedudukannya sebagai Salah Satu Dasar Hukum Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis di Indonesia yang Merupakan Suatu Negara Hukum ?

C. PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS
INDONESIA SEBAGAI NEGARA HUKUM
Negara Hukum adalah negara yang penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya berdasarkan hukum. Hal tersebut mempunyai arti, bahwa kekuasaan itu didasarkan atas hukum bukan atas kekuasaan belaka. Dapat dikatakan juga, bahwa pemerintahan negara berdasarkan pada konstitusi yang berpaham konstitusionalisme. Dalam menempatkan hukum, sebuah negara hukum akan menempatkannya sebagai hal tertinggi (supreme).
Konsep negara hukum diawali dengan adanya konstitusi dan konstitusionalisme. Konstitusi, dalam arti luas, merupakan segala peraturan yang berhubungan dengan segala praktek penyelenggaraan negara serta dalam arti sempit merupakan undang-undang. Sedangkan gagasan bahwa kekuasaan negara harus dibatasi serta hak-hak dasar rakyat dijamin dalam suatu konstitusi negara, adalah merupakan pengertian dar konstitusionalisme.
Indonesia merupakan salah satu negara hukum yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan ciri-ciri dan unsur-unsur yang berbeda dengan konsep rechtsstaat (Eropa Kontinental) maupun rule of law (Anglo-Saxon).
Negara hukum Indonesia mempunyai ciri, antara lain adalah adanya suatu hubungan yang erat antara agama dan negara, bertumpu pada Ketuhanan yang Maha Esa serta asas kekeluargaan dan kerukunan. Selain beberapa ciri tersebut, negara hukum Indonesia juga mempunyai unsur-unsur utama yang meliputi : Pancasila, Majelis Permusyawaratan Rakyat, Sistem Konstitusi, Persamaan serta Peradilan Bebas.
Di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ketentuan mengenai Indonesia adalah Negara Hukum terdapat dalam Pasal 1 ayat (3).

UNDANG-UNDANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS
Berdasarkan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat, bangsa dan negara Indonesia telah membentuk suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Atas susunan negara yang terbentuk dan dijelaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut, maka dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur ketentuan mengenai kedudukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan bagi setiap warga negara Indonesia.
Ketentuan sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 27 ayat (1) tersebut didukung pula oleh ketentuan-ketentuan pada Bab XA tentang Hak Asasi Manusia dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, antara lain meliputi :
a.  Pasal 28B ayat (2) :
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
b.  Pasal 28D ayat (1) :
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
c.  Pasal 28I ayat (1) dan ayat (2) :
(1)  Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
(2)  Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

Peraturan yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengenai Hak Asasi Manusia itu kemudian menjadi salah satu dasar hukum pembentukan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam Ketentuan Umum Pasal 1 angka 1, disebutkan bahwa Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakiki dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah serta setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Sedangkan dalam Pasal 1 angka 2, diuraikan mengenai Kewajiban Dasar Manusia yaitu seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksananya dan tegaknya Hak Asasi Manusia.
Dalam Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia tersebut juga disebutkan batasan definisi mengenai diskriminasi yang dicantumkan dalam Ketentuan Umum Pasal 1 angka 3, yang berbunyi Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan atau pengucilan yang langsung maupun tak langsung pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnis, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan, atau penggunaan Hak Asasi Manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bisang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya.
Asas dasar yang terkandung dalam ketentuan Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia, adalah bahwa Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia yang harus dilindungi, dihormati dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan dan kecerdasan serta keadilan. Berpedoman kepada asas dasar yang terkandung di dalamnya, maka Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, menyebutkan bahwa Setiap orang berhak atas perlindungan Hak Asasi Manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi.
Adapun yang dimaksud sebagai Hak Asasi Manusia dan kebebasan dasar manusia yang dilindungi dari segala bentuk diskriminasi, menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, meliputi hak untuk hidup, hak untuk berkeluarga dan melanjutkan keturunan,  hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita serta hak anak.
Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia merupakan salah satu dasar hukum bagi terbentuknya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Selain Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia yang dipergunakan sebagai dasar hukum, Undang-Undang tentang Penghapusan ras dan Etnis juga mempergunakan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial 1965.

Batasan definisi yang diuraikan dalam Ketentuan Umum Pasal 1 angka 1 Undang-Undang tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis mengenai Diskriminasi Ras dan Etnis adalah segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan atau pemulihan berdasarkan pada ras dan etnis yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan atau pelaksanaan Hak Asasi Manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya.
Sedangkan pengertian Ras sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 serta pengertian Etnis yang tercantum dalam Pasal 1 angka 3, adalah Ras merupakan golongan bangsa berdasarkan ciri-ciri fisik dan garis keturunan, serta Etnis adalah penggolongan manusia berdasarkan kepercayaan, nilai, kebiasaan, adat istiadat, norma bahasa, sejarah, geografis dan hubungan kekerabatan.
Tujuan penghapusan diskriminasi ras dan etnis di Indonesia seperti yang terdapat dalam ketentuan Pasal 3 Undang-Undang tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, adalah untuk mewujudkan kekeluargaan, persaudaraan, persahabatan, perdamaian, keserasian, keamanan dan kehidupan bermata pencaharian diantara warga negara yang pada dasarnya selalu bidup berdampingan.
Bab IV tentang Pemberian Perlindungan dan Jaminan dalam Undang-Undang tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, diuraikan secara jelas tentang pemberian perlindungan dan jaminan sebagaimana telah tercermin dari judul bab dimaksud ke dalam 3 (tiga) Pasal, meliputi :

1.  Pasal 5 :
Penghapusan diskriminasi ras dan etnis wajib dilakukan dengan memberikan :
a.  perlindungan, kepastian dan kesamaan kedudukan di dalam hukum kepada semua warga negara untuk hidup bebas dari diskriminasi ras dan etnis;
b.  jaminan tidak adanya hambatan bagi prakarsa perseorangan, kelompok orang atau lembaga yang membutuhkan perlindungan dan jaminan kesamaan penggunaan hak sebagai warga negara; dan
c.  pemahaman kepada masyarakkat mengenai pentingnya pluralisme dan penghargaan Hak Asasi Manusia melalui penyelenggaraan pendidikan nasional.
2.  Pasal 6 :
Perlindungan terhadap warga negara dari segala bentuk tindakan diskriminasi ras dan etnis diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat, serta melibatkan partisipasi seluruh warga negara yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3.  Pasal 7 :
Untuk penyelenggaraan perlindungan terhadap warga negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pemerintah dan Pemerintah daerah wajib :
a.  memberikan perlindungan yang efektif kepada setiap warga negara yang mengalami tindakan diskriminasi ras dan etnis dan menjamin terlaksananya secara efektif upaya penegakan hukum terhadap setiap tindakan diskriminasi yang terjadi, melalui proses peradilan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b.  menjamin setiap warga negara untuk memperoleh pertolongan, penyelesaian dan penggantian yang adil atas segala kerugian dan penderitaan akibat diskriminasi ras dan etnis;

c.  mendukung dan mendorong upaya penghapusan diskriminasi ras dan etnis, dan menjamin aparatur negara dan lembaga-lembaga pemerintahan bertindak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
d.  melakukan tindakan yang efektif guna memperbarui, mengubah, mencabut atau membatalkan peraturan perundang-undangan yang mengandung diskriminasi ras dan etnis.
Berdasarkan uraian yang tercantum dalam ketentuan Bab IV tentang Pemberian Perlindungan dan Jaminan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008, menunjukkan bahwa negara menjamin dan melindungan hak warga negara untuk hidup bebas dari segala bentuk diskriminasi ras dan etnis.

PENERAPAN PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DI INDONESIA
Negara Indonesia telah membentuk Peraturan Perundang-Undangan yang berkaitan dengan penghapusan diskriminasi ras dan etnis, antara lain Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia serta Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Pemerintah sebagai perpanjangan tangan negara memberikan payung hukum bagi kebebasan kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa adanya pembedaan berdasarkan ras maupun etnis. Tetapi pada kenyataannya, Pemerintah tetap masih belum mampu bertindak secara maksimal dalam penghapusan diskriminasi ras dan etnis tersebut meskipun telah mempunyai dasar hukum yang pasti.
Banyak bermunculan dan dilaksanakannya Peraturan Daerah yang berbasiskan salah satu agama tertentu merupakan salah satu bukti kegagalan Pemerintah dalam menerapkan pelaksanaan penghapusan diskriminasi ras dan etnis di Indonesia. Selain masalah tersebut, banyak dijumpai pula sistem pendidikan di sekolah-sekolah negeri yang cenderung ke arah sekulerisme.
Pada daerah-daerah tertentu, masyarakatnya sering menerapkan peraturan terselubung yang melarang warga negara berbeda suku bangsa ataupun berbeda agama untuk tinggal di tempat itu. Bahkan dewasa ini, semakin banyak perumahan-perumahan yang dikhususkan untuk suatu agama tertentu.
Pemerintah Indonesia tidak pernah secara tegas memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang telah menyebabkan terjadinya diskriminasi ras dan etnis. Seringkali Pemerintah terkesan menutup mata tentang hal tersebut, terlebih apabila harus berhadapan dengan golongan mayoritas yang menekan atau mendiskriminasikan golongan minoritas.
Hal tersebut menunjukkan betapa payung hukum yang diberikan oleh negara Indonesia kepada rakyatnya belum mempunyai peran dan fungsi secara maksimal dalam melindungi warga negara Indonesia.
D. KESIMPULAN
Berdasarkan latar belakang permasalahan serta analisis yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa :
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dalam kedudukannya sebagai salah satu dasar hukum penghapusan diskriminasi ras dan etnis di Indonesia yang merupakan suatu negara hukum belum memberikan peran dan fungsi yang maksimal dimana seharusnya segala macam tindakan yang dilakukan di Indonesia harus berdasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku, tetapi pada kenyataannya masih banyak terdapat diskriminasi ras dan etnis yang sama sekali tidak mendapatkan penanganan dari Pemerintah”.


2 comments: